DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A.
LATAR
BELAKANG........................................................................................... 1
B.
PERUMUSAN
MASALAH ................................................................................. 1
C.
TUJUAN
............................................................................................................... 1
BAB II . PEMBAHASAN................................................................................................... 2
A. ADITIF MAKANAN............................................................................................. 2
B. CITA RASA............................................................................................................ 9
C. ZAT PEWARNA.................................................................................................... 17
D. SENYAWA BERACUN DALAM BAHAN PANGAN...................................... 25
E. ENZIM ................................................................................................................... 32
BAB III. PENUTUP............................................................................................................. 44
KESIMPULAN............................................................................................................ 44
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kimia pangan
adalah studi mengenai proses kimia
dan interaksinya dengan komponen biologis
dan non-biologis bahan pangan.
Substansi biologis misalnya produk daging, sayuran, produk susu,
dan sebagainya. Mirip dengan biokimia
dengan komponen utamanya yaitu karbohidrat, lemak, dan protein
namun juga mempelajari komponen lain seperti air, vitamin, mineral, enzim, zat aditif, perasa, dan pewarna makanan. Ilmu ini juga meliputi
bagaimana suatu produk pangan mengalami perubahan akibat berbagai metode
pemrosesan makanan dan cara untuk meningkatkan maupun mencegah terjadinya
perubahan itu.
Sejarah mengenai kimia pangan dimulai di tahun 1700an
ketika para ahli kimia terlibat dalam penemuan senyawa kimia penting dalam
bahan pangan, termasuk Carl
Wilhelm Scheele yang mengisolasi asam malat dari buah apel di tahun 1785, dan Sir Humphry Davy yang mempublikasikan buku Elements
of Agricultural Chemistry, in a Course of Lectures for the Board of Agriculture
pada tahun 1813 yang dikatakan sebagai buku tentang pertanian dan pangan
pertama.
B. Perumusan
Masalah
1. Bahan kimia apa saja yang terkandung di dalam makanan?
2. Dampak apa yang ditimbulkan dari bahan kimia yang
terkandung dalam makanan bagi kesehatan tubuh?
3. Makanan apa saja yang mengandung toxic?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
berbagai macam bahan kimia yang terkandung dalam makanan
2.
Mengetahui
dampak dari bahan kimia
3.
Mengetahui
makanan yang mengandung toxic
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aditif
Makanan
Peraturan
Menteri Kesehatan R.I. No. 329/Menkes/PER/XII/76, yang dimaksud dengan aditif
makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu.
Pada umumnya bahan tambahan
dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
a.
Aditif
sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan
tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain
sebagainya.
b.
Aditif
tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat
kecil sebagai akibat dari pengolahan.
Dilihat dari asalnya, aditif
dapat bersumber dari sumber alamiah (lesitin, asam sitrat) serta berasal dari
bahan kimia yang disintesis sehingga memiliki sifat yang serupa benar dengan
bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya
(asam askorbat).
Pada
umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan
lebih murah tetapi sering terjadi ketidakseimbangan proses sehingga mengandung
zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan terkadang bersifat karsinogenik.
1. Zat
Pengikat Logam
Sekuestran
atau zat pengikat logam merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai
pengolahan bahan makanan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan
kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam dalam bahan
sehingga sering membantu menstabilkan warna, cita rasa, dan tekstur.
Logam
terdapat dalam bahan alami dalam bentuk senyawa kompleks misalnya Mg dalam
klorofil dan Fe sebagai feritin. Ion logam bebas mudah bereaksi dam
mengakibatkan perubahan warna, ketengikan, kekeruhan, maupun perubahan rasa.
Sekuestran akan mengikat ion logam sehingga menjaga kestabilan bahan.
Senyawa-senyawa yang
mempunyai dua atau lebih gugusan fungsional seperti –OH, -SH, -COOH, -PO3H2,
-C=O, -NR2, -S- dan –O- dapat mengkelat logam dalam lingkungan yang
sesuai. Sekuestran yang paling sering digunakan adalah asam sitrat dan
turunannya, fosfat, dan garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
Proses pengikatan logam
merupakan proses kesetimbangan pembentukan kompleks ion logam dengan
sekuestran. Secara umum keseimbangan dapat ditulis :
L + S LS
L : ion
logam
S :
sekuestran
LS :
kompleks logam-sekuestran
Untuk
memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan sekuestran yang mampu membentuk
ikatan cincin 5-6 sudut dengan sebuah logam, misalnya ikatan antara EDTA dan
Ca. ion logam terkoordinasi dengan pasangan elektron dari atom-atom nitrogen
EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yang terdapat dalam molekul EDTA.
Selain itu pH juga
mempengaruhi pembentukan ikatan. Kenaikan pH menyebabkan terdisosiasinya gugus
karboksil sehingga meningkatkan efisiensi pengikatan logam. Dalam keadaan
tertentu, ion hidroksil berikatan dengan ion logam dalam ikatan tersendiri
sehingga menyaingi dan menurunkan efektivitas sekuestran.
Sekuestran atau ligan dapat
menghambat proses oksidasi. Senyawa ini merupakan sinergik antioksidan karena
dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalis proses oksidasi sehingga
harus diperhatikan kelarutannya. Asam dan ester-ester sitrat (20-30 ppm) dengan
propilen glikol larut dalam lemak (sinergik pada semua lemak). Na2EDTA
dan Na2Ca-EDTA sedikit larut dalam lemak.
Polifosfat
dan EDTA digunakan dalam pengolahan ikan kalengan untuk mencegah pembentukan
kristal MgNH4PO4.6H2O yang menyerupai kristal
gelas yang terbentuk selama penyimpanan. Penambahan sekuestran pada sayuran
sebelum diblansir dapat mencegah perubahan warna. Asam sitrat dan fosfat
diguanakan dalam minuman selain berfungsi sebagai asidulan (pengasam) juga
berguna untuk mengikat logam yang dapat mengkatalis oksidasi komponen cita rasa
dan warna.
Penggunaan
EDTA yang berlebihan dalam bahan makanan akan menyebabkan tubuh kekurangan Ca
dan mineral lain.
2. Zat
Anti Kerak
Zat antikerak ditambahkan
pada bahan berbentuk tepung atau butiran yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan
sifat butirannya yang akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air
yang berlebihan atau membentuk campuran senyawa tak dapat larut.
Zat antikerak yang umum
digunakan adalah kalsium silikat, CaSiO3.xH2 yang
digunakan untuk mencegah pergerakan kue soda dengan konsentrasi 5% atau
mencegah pergerakan garam meja dengan konsentrasi 2%.
Ca-silikat efektif menyerap
minyak dan senyawa organik nonpolar lain. Oleh sebab itu, Ca-silikat sering
dipakai dalam campuran tepung maupun rempah-rempah lain yang mengandung minyak
atsiri.
Ca-stearat sering
ditambahkan pada bahan tepung untuk
mencegah penggumpalan selama proses pengolahan dan agar tidak larut dalam air. Tepung
stearat mempunyai volume kecil dengan permukaan yang luas sehingga sangat
ekonomis digunakan sebagai bahan antikerak (0,5%-2,5%).
Zat antikerak lain yang
sering digunakan adalah Na-silikoaluminat, Ca3(PO4)2,
Mg-silikat dan MgCO3. Senyawa ini tidak larut larut dalam air,
tetapi mempunyai daya serap air yang berbeda. Bahan antikerak ini tidak
bersifat toksik dan ikut termetabolisasi oleh tubuh sejauh batas jumlah yang
diperbolehkan dalam makanan.
3. Zat
Pemantap
Proses pengolahan,
pemanasan, atau pembekuan dapat melunakkan jaringan sel tanaman sehingga produk
yang diperoleh mempunyai tekstur yang lunak. Untuk memperoleh tekstur yang
keras, dapat ditambahkan garam Ca (0,1 – 0,25%). Ion kalsium akan berikatan
dengan pektin membentuk Ca-pektinat atau Ca-pektat yang tidak larut.
Ion trivalen seperti Al³⁺
dalam bentuk NaAl(SO₄)₂.12H₂O, KAlSO₄, biasa digunakan pada pembuatan pikel ketimun dengan
melarutkan garam tersebut dalam larutan garam sebelum fermentasi. Tujuannya agar
tekstur pikel yang diperoleh tetap keras dan renyah. Ion trivalen diduga
membentuk kompleks dengan senyawa-senyawa pectin menghasilkan jaringan yang
keras. Tetapi Al₂(SO₄)₃ ternyata memperlunak pikel segar dan mencegah
pengerasan jaringan sel pada pH larutan rendah.
4. Zat
Pemanis Sintetik
Zat pemanis sintetik
merupakan zat yang menimbulkan rasa manis atau membantu mempertajam penerimaan
terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih
rendah daripada gula. Umumnya zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia
yang berbeda dengan struktur polihidrat gula alam.
Meskipun telah banyak
ditemukan zat pemanis sintetik, tetapi hanya beberapa saja yang boleh dipakai
dalam bahan makanan. Zat pemanis sintetik yang kini banyak digunakan dalam
makanan dan minuman adalah garam Ca- atau Na-sakarin. Penggunaan sakarin
tergantung dari intensitas kemanisan yang dikehendaki. Pada konsentrasi tinggi,
sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir (nimbrah).
Dari hasil penelitian di
Kanada, didapat bahwa penggunaan 5% sakarin dalam ransum tikus dapat merangsang
terjadinya tumor di kandung kemih. Dengan alasan tersebut telah diusahakan
larangan penggunaan sakarin dalam diet food and beverages. Pelarangan itu
ditunda untuk mendapatkan data lebih lanjut.
5. Zat
Penjernih Larutan
Masalah yang utama dalam pembuatan bir / anggur / sari
buah adalah timbulnya kekeruhan, pengendapan, dan oksidasi yang menyebabkan
perubahan warna. Senyawa kimia yang menyebabkannya adalah golongan fenol
seperti antosianin, flavonoid, leukoantosianogen, dan tannin. Protein atau
pectin bereaksi denagn polifenol membentuk koloid yang menimbulkan kekeruhan.
Untuk menghilangkan kekeruhan dipakai enzim yang menghidrolisis protein atau
pectin, tetapi kadang-kadang terbentuk busa bila kadar enzim terlalu banyak. Karena
itu lebih sering dipakai bahan penjernih dan adsorben yang dapat menyerap
polifenol atau protein.
Daya
larut zat penjernih sangat menentukan efektivitas bahan. Makin kecil daya
larutnya, makin besar daya serap adsorben terhadap partikel-partikel
tersuspensi seperti kompleks tannin-protein.
Bentonit
adalah zat penjernih yang digunakan dalam anggur untuk mencegah pengendapan
protein. Untuk menjernihkan minuman sering kali digunakan senyawa golongan
protein, yaitu gelatin. Penambahan gelatin pada sari buah akan membentuk
kompleks gelatin-tanin yang diendapkan kemudian dipisahkan.
Pada
konsentrasi rendah, gelatin dan bahan penjernih yang bersifat larut lainnya
bertindak sebagai koloid pelindung. Pada konsentrasi tinggi, bahan-bahan
tersebut akan menyebabkan pengendapan, tetapi bila konsentrasi terlalu tinggi
bahan tersebut tidak akan menyebabkan pengendapan lagi.
6. Zat
Pemucat
Untuk
mendapatkan terigu yang bermutu baik ditambahkan zat pemucat yang bersifat
oksidator. Ikatan rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil, akan dioksidasi. Degradasi
pigmen karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tak berwarna.
Bahan
pemucat mengoksidasi gugus sulfhidril dalam gluten menjadi ikatan disulfida.
Dengan adanya ikatan S-S ini terbentuk polimer protein yang panjang, lurus,
dan membentuk lapisan-lapisan tipis yang
saling melekat. Lapisan-lapisan tersebut dapat menahan gelembung udara.
Benzoil
peroksida (C₆H₅CO)₂ bersifat memucatkan terigu saja. KBrO₃
meningkatkan daya mengembang terigu. NOCl berfungsi ganda.
Dalam
penggunaan bahan pemucat yang bersifat oksidator harus diperhatikan jumlahnya.
Pemakaian yang berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah dan
butirannya tidak merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya menyusut.
7. Asidulan,
Zat Pengasam
Asidulan merupakan senyawa
kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan denagn
berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau
menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah
pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet,. Kemudian pH rendah
buffer yang dihasilkan mempermudah proses pengolahan. Bahan ini bersifat
sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan browning.
Garam asam kalium tartrat
digunakan dalam pembuatan kembang gula dan coklat untuk mengurangi hidrolisis
atau inversi sukrosa. Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan
adalah untuk memberikan rasa asam. Asam dapat mengintensifkan penerimaan
rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H⁺
atau ion hidrogenium H₃O⁺.
Asam yang banyak digunakan
adalah asam organik seperti asam asetat, asam laktat. Asam anorganik lain
mempunyai derajat disosiasi yang tinggi sehingga berakibat kurang baik
pada mutu produk akhir.
8. Pengembang
Adonan
Bahan
pengembang adonan yang paling sering dipakai adalah bahan-bahan kimia yang
dapat menghasilkan gas CO₂. Gas ini diperoleh dari garam karbonat atau garam
bikarbonat. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium bikarbonat
(NaHCO₃).
Penambahan
bahan pengembang adonan yang bersifat asam akan menimbulkan ion H⁺.
Perbandingan antara asam dan NaHCO₃ harus diperhatikan agar tidak menimbulkan rasa
seperti sabun ataupun rasa asam dan pahit.
Bahan pengembang asam tidak
selalu berupa asam, tetapi yang penting dapat memberikan ion H⁺agar
dapat melepaskan CO₂ dari NaHCO₃. Misalnya garam alumunium sulfat bila bereaksi dengan
air akan menghasilkan asam sulfat.
Na₂SO₄.Al₂(SO₄)₃ + 6H₂O Na₂SO₄
+ 2Al(OH)₃ + 2H₂SO₄
Bahan
asam pengembang mempunyai kelarutan dalam air yang berbeda-beda. Pada suhu
biasa larutannya dalam air akan menentukan kecepatannya dalam melepaskan gas CO₂.
Kecepatan pelepasan CO₂
oleh bahan pengembang akan mempengaruhi tekstur produk. Kecepatan meningkat
bila suhu bertambah tinggi. Bahan pengembang yang kini sering digunakan adalah
garam asam K-tartrat, Na-aluminiumsulfat.
Ada dua macam soda kue,
yaitu soda kue dengan aktivitas lambat atau disebut juga sebagai aktivitas
tinggi dan soda kue dengan aktivitas lambat atau disebut juga sebagai aktivitas
ganda. Perbedaan antara keduanya adalah pada mudah tidaknya komponen asam atau
pembentuk asam larut dalam air dingin.
Soda kue aktivitas cepat
terbuat dari dua macam asam yaitu asam tartrat dan garam asam k-tartrat yang
mudah dalam larut dalam air dingin. Soda kue yang sering digunakan adalah soda
kue aktivitas lambat. Pemilihan soda kue akan mempengaruhi elastisitas dan
plastisitas adonan.
9. Zat
Pengawet
Zat
pengawet terdiri dari senyawa organic dan anorganik dalam bentuk senyawa atau
garamnya.
10. Zat
Pengawet Organik
Zat pengawet organic lebih
banyak dipakai karena lebih mudah dibuat dibandingkan dengan zat pengawet
anorganik. Zat kimia yang paling sering dipakai adalah asam sorbet, asam
propionate, asam benzoate, asam asetat, dan epoksida.
Asam sorbet tergolong asam
lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh.
Bentuk yang digunakan umumnya garam Na- dan K-sorbat. Asam propionate mempunyai
struktur yang terdiri dari tiga atom karbon yang tidak dapat dimetabolisasi
oleh mikroba. Asam benzoate merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya
dan sering digunakan pada bahan makana yang asam. Cuka adalah larutan 4% asam
asetat dalam air dan sering digunakan sebagai bahan pengawet dalam roti. Bahan
pengawet kimia biasanya hanya bersifat mencegah pertumbuhan mikroba saja.
Tetapi senyawa epoksida seperti etilen oksida dan propilen oksida bersifat
membunuh semua mikroba termasuk spora juga virus.
11. Zat
Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang
paling sering digunakan adalah sulfit, nitrat dan nitrit.
Sulfit
digunakan dalam bentuk gas SO₂, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit dan metabisulfit.
Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak terdisosiasi dan
terutama terbentuk pada pH dibawah 3.
Garam nitrat dan nitrit
umumnya digunakan dalam proses curing daging untuk untuk memperoleh warna yang
baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Penggunaan natrium nitrit sebagai
pengawet dan untuk mempertahankan warna daging atau ikan, ternyata menimbulkan
efek yang membahayakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau
amida dan membentuk turunan nitrosamine yang besifat toksik.
12. Surfaktan
Surfaktan
digunakan dalam pengolahan pangan untuk meningkatkan mutu produk dan mengurangi
kesulitan penanganan bahan yang mudah rusak. Pemakaian surfaktan selama produk
disimpan akan mempertahankan viskositas, tekstur, mouthfeel, dan memperpanjang
masa simpannya. Contoh : pengemulsi, penstabil, pengental dan pembasah.
Pengental
: bahan makanan yang berupa cairan dapat dikentalkan dengan menggunakan gumi
dan bahan polimer sintetik. Viskositas yang lebih tinggi diperoleh dengan
teknik pembuatan emulsi.
Pembasahan
: ada tiga macam sistem pada bahan yang akanm mempengaruhi mudah tidaknya bahan
tersebut terbasahi oleh air, yaitu :
a.
Pembasahan
permukaan yang berlapis lilin : surfaktan yang digunakan harus dapat mengikat
lemak dan air sehingga air terikat oleh bahan, dan bahan menjadi basah
b.
Pembasahan
kapiler
c.
Pembasahan
tepung
B. Cita
Rasa
Cita rasa bahan pangan
sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut.
1. Bau
dan Indera Penciuman
Bau makanan banyak
menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Dalam hal bau lebih banyak
berkenaan dengan alata panca indera penciuman. Keterangan mengenai jenis bau
yang keluar dari makanan dapat diperoleh melalui epitel olfaktori, yaitu suatu
bagian yang berwarna kuning kira-kira sebesar perangko yang terletak pada
bagian atap dinding rongga hidung diatas tulang turbinate. Manusia mempunyai 10-20 juta sel olfaktori dan sel-sel
ini bertugas mengenali jenis bau yang masuk. Setiap sel olfaktori mempunyai
ujung-ujung berupa rambut-rambut halus yang disebut silia yang berada pada
lapisan mukosa epitel olfaktori.
Bau-bauan baru dapat
dikenali bila berbentuk uap, dan molekul-molekul komponen bau tersebut harus
sempat menyentuh silia sel olfaktori, dan diteruskan ke otak dalam bentuk
impuls listrik oleh ujung-ujung syaraf olfaktori. Kadar yang dapat ditangkap
ternyata sangat rendah, mislanya vanillin cukup pada konsentrasi 2 x 10 - 10 miligram per liter udara. Diperkirakan setiap kali bernafas, kita hanya
menghirup sepersepuluh liter udara dan hanya dua prosen saja yang menyentuh
daerah olfaktori.
Manusia mampu mendeteksi dan
membedakan sekitar enam belas juta jenis bau. Meskipun demikian indera
penciuman manusia masih dianggap lemah dibandingkan dengan indera penciuman
hewan. Tidak seperti indera pengecap, indera penciuman tidak tergantung pada
penglihatan, pendengaran, ataupun sentuhan.
Pada umumnya bau yang
diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau utama
yaitu harum, asam, tengik, dan hangus. Dalam saluran buntu pada rongga hidung,
ribuan rambut kecil melambai ke san kemari dilapisan lendir yang meliputi
membran penciuman. Udara yang terhirup terpusar dalam kantung hidung dan
terlarut dalam lender. Molekul yang berbau merangsang rambut untuk mengirimkan
isyarat ke gelombang penciuman dan mengirimnya ke otak.
Berbagai teori mengenai
timbulnya bau sudah banyak dikembangkan. Diantaranya ada teori yang menyebutkan
adanya penerima (reseptor) khas dalam sel olfaktori yang akan menangkap molekul
senyawa bau yang bentuk dan ukurannya cocok, sehingga timbul impuls. Teori
mekanis menjelaskan adanya pergerakan
udara yang timbul bila seseorang memakan sesuatu dan menutup mulutnya. Udara
melewati epitel olfaktori dan silia akan bergerak sesuai dengan berat molekul
senyawa. Dari sekian banyak teori tersebut, ada dua hal utama yaitu bahwa
senyawa yang menghasilkan bau harus dapat menguap dan molekul- molekul senyawa
tersebut mengadakan kontak dengan penerima (reseptor) pada sel olfaktori.
Secara kimiawi sulit
dijelaskan mengapa senyawa-senyawa menyebabkan aroma yang berbeda, karena
senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kimia dan gugus fungsional yang hampir
sama (stereoisomer) kadang-kadang mempunyai aroma yang sangat berbeda, misalnya
mentol, isomentol, dan neomentol. Sebaliknya senyawa yang sangat berbeda
struktur kimianya, mungkin menimbulkan aroma yang sama.
Indera penciuman sangat
sensitive terhadap bau, dan kecepatan timbulnya bau lebih kurang 0,18 detik.
Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang 1% setiap bertambahnya umur
satu tahun.
Penerimaan indera penciuman
akan berkurang oleh adanya senyawa-senyawa tertentu seperti misalnya
formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau (fatique of odor) dapat terjadi dengan cepat. Orang yang belum
terbiasa mencium bau gas H2S akan segera mengenalnya. Sebaliknya
sseorang yang setiap harinya bekerja di laboratorium (laboran) tidak segera
mengenalnya, meskipun konsentrasi H2S udara sudah cukup tinggi.
2. Rasa
dan Indera Pengecap
Rasa berbeda dengan bau dan
lebih banyak melibatkan panca indera lidah.
Penginderaan pengecapan dapat dibagi menjadi empat pengecapan utama yaitu
asin, asam, manis dan pahit.
Rasa makanan dapat dikenali dan
dibedakan oleh kuncup-kuncup pengecap yang terletak pada papilla yaitu bagian
noda merah jingga pada lidah. Pada anak kecil kuncup-kuncup perasa tersebut
selain terletak dilidah juga terletak pada farinx,
palata bagian langit-langit yang lunak maupun keras. Kuncup-kuncup pengecap
terletak dalam epithelium papilla fungiform yang terletak di bagian dasar dan
ujung lidah.
Papilla yang lain adalah
papilla foliate dibagian pinggir lidah
dan papilla sirkumvalata yang melintang di lidah bagian belakang dan berbentuk
huruf v. semuanya mempunyai kuncup pengecap, sedang bagian tengah lidah tidak.
Papila filiform tidak mengandung kuncup-kuncup pengecap, tetapipeka terhadap
sentuhan.
Kuncup-kuncup pengecap
terletak dalam suatu celah yang disebut pore,
tempat terkumpulnya cairan air liur (saliva). Setiap sel pengecap, yang disebut
sel sustatori, berbentuk lonjong dengan ujungnya berupa rambut-rambut
mikrovilus yang mencuat ke ruang pore.
Agar suatu senyawa dapat dikenal rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut
dalam air liur sehingga mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang
dikirim melalui syaraf ke pusat susunan
syaraf. Manis dan asin paling banyak dideteksi oleh kuncup pada ujung lidah,
kuncup pada sisi lidah paling peka asam, sedangkan kuncup dibagian pangkal
lidah peka terhadap pahit.
Sel-sel pengecap biasanya
mengalami degenerasi dan biasanya diganti dengan sel yang baru setiap tujuh
hari. Jumlah kuncup perasa pada manusia sekitar Sembilan sampai sepuluh ribu.
Semakin tua manusia semakin rendah jumlah kuncu-kuncup perasanya. Papilla
mengalami atropsi bila usia sudah mencapai empat puluh lima tahun.
3. Rangsangan
Mulut
Selain komponen-komponen
cita rasa tersebut di atas, komponen yang lain juga penting adalah timbulnya
perasaan seseorang setelah menelan suatu makanan. Bahan makanan yang mempunyai
sifat merangsang syaraf perasa di bawah kulit muka, lidah, maupun gigi akan
menimbulkan perasaan tertentu. Misalnya seeorang mencium bau ammonia, selain
bau yang merangsang juga akan menimbulkan suatu perasaan bahwa bau tersebut
tajam.
Tekstur dan konsistensi
suatu bahan akan dipengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan makanan
tersebut. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan
tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena
dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor
olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan
terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semaki berkurang. Penambahan
zat-zat pengental seperti CMC (Carboxy Methyl Cellulose) dapat mengurangi rasa
asam aitrat, rasa pahit kafein, atau rasa manis sukrosa dan sebaliknya akan
meningkatkan rasa asin NaCl dan rasa manis sakarin.
Waktu antara terjadinya
rangsangan dan timbulnya rasa sangat cepat yaitu 1,5 x 10 -3
detik. Timbulnya respons tidak sama untuk rasa yang berbeda, respon terhadap
rasa asin lebih cepat dari respons terhadap rasa pajit. Gerakan lidak akan
mempercepat timbulnya respons terhadap rasa.
Rasa dipengaruhi oleh
beberapa factor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan
komponen rasa yang lain.
1.
Senyawa
Kimia
Berbagai senyawa kimia menimbulakan rasa yang berbeda.
Rasa asam disebabkan oleh donor proton, misalnya asam pada cuka, buah-buahan,
sayuran, dan garam asam seperti cram of
tartar. Intensitas rasa asam tergantung pada ion H+ yang
dihasilkan dari hidrolisis asam.
Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik, yang
umum adalah NaCl murni. Tetapi garam-garam anorganik lainnya seperti garam
iodide dan bromide mempunyai rasa pahit. Sedangkan garam-garam Pb dan Be
mempunyai rasa manis.
Rasa manis juga ditimbulkan oleh senyawa organic
alifatik yang mengandung gugus OH seperti alcohol, beberapaasam amino,
aldehida, dan gliserol. Sumber rasa manis yang terutama adalah gula atau
sukrosa dan monoskarida atau disakarida yang mempunyai ikatan hydrogen 3-5 A. pemanis buatan seperti sakarin, siklamat, dan
dulsin, dalam konsentrasi yang tinggi cenderung memberikan after taste (pahit, dan rasa lain).
Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkoloid, misalnya
kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti naringin,
garam-garam Mg, NH4, dan Ca.
2.
Suhu
Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup pengecap untuk
menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh
dibawah 20°C atau diatas 30°C. perbedaan suhu pada kisaran tersebut hanya
menimbulkan sedikit perbedaan pada rasa yang timbul, misalnya panas akan berkurang
pahitnya dibandingkan dengan kopi yang sudah dingin, sedangkan kopi es tidak
sepahit kopi hangat. Es krim mencair terasa sangat manis dibandingkan dalam
keadaan masih beku.
Makanan yang pans akan membakar lidah dan merusak
kepekaan kuncup pengecap, tetapi sel pengecap yang telah rusak dalam beberapa
hari kemudian akan diganti dengan sel baru. Makanan yang dingin dapat membius
kuncup pengecap sehingga tidak peka lagi.
3.
Konsentrasi
Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah
terhadap suatu rasa agar masih bias dirasakan. Batas ini disebut threshold.
Bats ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa
yang berbeda juga tidak sama. Misalnya threshold seseorang terhadap NaCl adalah
0,087%, sedangkan threshold terhadap sukrosa adalah 0,4%.
Untuk menetukan apakah seseorang buta rasa (taste
blind) atau tidak diuji threshold-nya terhadap feniltiokarbamida (PTC).
4.
Interaksi
dengan Komponen Rasa yang Lain
Komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen
rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau
penurunan intensitas rasa (taste compensation). Efek interaksi berbeda-beda
pada tingkat konsentrasi threshold-nya.
Penambahan asam pada konsentrasi subthreshold
menambahkan rasa asin pada NaCl, sedangkan gula akan mengurangi rasa asin NaCl
dan rasa pahit kafein.
·
Bahan Penimbul Cita Rasa
Aroma pada buah-buahan disebabkan oleh berbagai ester
yang bersifat volatile. Proses timbulnya aroma ini pada bahan yang berbeda
tidak sama. Pada buah-buahan, produksi senyawa aroma ini meningkat ketika
mendekati masa klimakterik.
Senyawa penimbul aroma pada bawang adalah senyawa
sulfur yang akan menimbulkan bau bila jaringan sel bawang mengalami kerusakan
sehingga terjadi kontak antara enzim dalam bahan dengan substrat. Reaksi
beowning enzimatik maupun nonenzimatik juga menghasilkan bau yang kuat,
misalnya pembentukan furfural dan maltol pada reaksi maillard. Timbulnya aroma
pada daging yang dimasak disebabkan oleh pemecahan asam-asam amino dan lemak.
Usaha-usaha mengekstrasi senyawa aroma dari
bahan-bahan pangan meningkat sejalan dengan usaha untuk mengidentifikasi
senyawa aroma tersebut. Hal ini akhirnya menyebabkan timbulnya usaha
mengekstraksi senyawa aroma untuk tujuan komersial. Keuntungan senyawa aroma
hasil ekstraksi ini adalah dapat digunakan untuk menambah aroma dari bahan
lain. Senyawa aroma yang sering diekstraksi adalah minyak atsiri dan oleoresin
dari tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah.
·
Cita Rasa Tiruan (Sintetik)
Berpuluh-puluh tahunyang lalu telah berhasil disintesis
senyawa-senyawa yang digunakan untuk menimbulkan aroma. Umumnya yang digunakan
adalah ester-ester yang dalam jumlah sangat kevil dapat memberikan aroma yang
baik. Senyawa-senyawa ester tertentu (flavormatik) mempunyai aroma buah-buahan.
Misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanillin memberikan aroma serupa
ekstrak panili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan nenas.
Tabel Senyawa-Senyawa
Flavormatik
Senyawa Flavormatik
|
Aroma
|
Penggunaan (ppm)
|
Titik Didih (°C)
|
Vanilin
|
Panili
|
31,5
|
81,5
|
Benzaldehida
|
Cherry, Almond
|
84,8
|
180
|
Aldehida sinamat
|
Kayu manis, Kola
|
110,7
|
252
|
Mentol
|
Mint
|
111,2
|
215
|
Diasetil
|
Mentega
|
17,3
|
88
|
Eugenol
|
Rempah-Rempah
|
48,8
|
253
|
Benzilasetat
|
Strawberry, Buah-Buahan
|
8,8
|
215
|
Amil asetat
|
Pisang TB+ Buah-Buahan
|
78,4
|
142
|
Amil kaproat
|
Apel, Nenas
|
4,4
|
222,2
|
Sitronelal
|
Bunga-Bungaan (Ros)
|
14,20
|
206
|
Sumber : Janovsky (1955)
+TB : Titik Lebur
Untuk memperoleh tiruan aroma yang khas dari satu
jenis bahan, senyawa-senyawa flavormatik tersebut saaling dicampurkan dalam konsentrasi
yang berbeda-beda. Setiap aroma tiruan mempunyai komponen flavormatik dan
konsentrasi yang berbeda-beda.
·
Pembangkit Cita Rasa
Selain senyawa sintetik yang menimbulkan aroma,
dihasilkan pula senyawa sintetik yang menimbulkan rasa enak (flavor potentiator,
flavor intensifier, flavor enchancer). Istilah flavor potentiator disunakan
bagi bahan-bahan yang dapat meningkatkan rasa nak atau menekan rasa yang tidak
diinginkan dari suatu bahan makanan.
Dua jenis bahan pembangkit cita rasa yang umum adalah
asam amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamate (MSG) dan jenis 5¢-nuklotida seperti 5¢-monofosfat (5¢-IMP), Guanin 5¢-monofosfat (5¢-GMP). Flavor potentiator yang umum digunakan adalah
MSG (Mono Sodium Glutamat).
Mono sodium glutamate atau mono natrium glutamate
adalah garam natrium dari asam glutamate dan merupakan senyawa cita rasa. Di
pasaran senyawa tersebut terdapat dalam bentuk Kristal monohidrat dan dikenal
sebagai Ajinamoto, Sasa, Miwon, Maggie dll semua nama tersebut merupakan merk
dagang untuk MSG.
MSG murni tidak berbau, tetapi memiliki rasa yang
nyata yaitu campuran rasa manis dan asin yang enak terasa dimulut. MSG hanya
digunakan pada sayuran, daging sop, kaldu MSG menimbulkanrasa daging.
Ada beberapa pendapat mengenai mekanisme kerja MSG
sehingga dapat menmbah cita rasa. Rasa daging mungkin disebabkan oleh
hidrolisis protein dalam mulut. MSG meningkatkan cita rasa yang diinginkan
sambil mengurangi rasa yeng tidak diinginkan seperti rasa bawang yang tajam,
rasa sayuran mentah yang tidak menyenangkan, ataupun rasa pahit pada sayuran
yang dikalengkan. Pendapat lain mengatakan bahwa MSG meningkatkan rasa asin,
atau memperbaiki keseimbangan cita rasa makanan olahan. Diutarakan pula MSG
menyebabkan sel reseptor rasa lebih peka sehingga dapat menikmati rasa dengan
lebih baik.
·
Analisis dan Pengukuran Cita Rasa
Analisis kimiawi terhadap bahan-bahan cita rasa
digunakan untuk menentukan struktur komponen kimia utama yang menyusun bahan
cita rasa tersebut. Analisis ini sering digunakan dalam pengujian mutu suatu
bahan makanan. Parameter-parameter yang diukur mislanya indeks refraksi, berat
jenis, total asam, kolorimetetri, dan lain-lain.
Cara analisis yang terbaru adalah dengan menggunakan
gas liquid chromatography (GLC). Cara ini hanya dapat digunakan untuk
bahan-bahan yang volatile dan setiap senyawa akan mempunyai puncak (peak) yang
spesifik. Dari aromagram suatu bahan dapat ditentukan senyawa-senyawa aroma apa
yang terdapat.
Untuk pengukuran dan identifikasi senyawa aroma, cara
yang paling sering dan mudah digunakan adalah dengan alat indera manusia. Cara
ini dapat melengkapi analisis GLC dengan mengidentifikasi senyawa aroma yang
khas dari suatu produk, menggolongkan jenis senyawa yang mempunyai puncak
tertentu dan menentukan senyawa flavormatik yang menjadi komponen utama
penyusun suatu aroma.
Kepekaan kedua cara, GLC dan indera manusia tidaklah
sama, misalnya GLC dapat mendeteksi aseton samapai konsentrasi 0,03 ppm,
sedangkan indera penciuman hanya dapat mendeteksi sampai 500 ppm. Perbedaan
kepekaan kedua cara bagi senyawa-senyawa yang berbeda terlihat pada table
berikut.
Tabel
Batas Konsentrasi Senyawa yang Dapat Dideteksi oleh GLC dan Alat Indera Manusia
Senyawa
|
Titik didih (°C)
|
GLC (ppm)
|
Penciuman (ppm)
|
Dalam
Larutan Encer
|
|||
n-Propanal
|
61
|
0,0025
|
0,17
|
n-Butanal
|
76
|
0,12
|
0,07
|
n-Hexanal
|
131
|
0,3
|
0,03
|
Aseton
|
56
|
0,03
|
500
|
2-Butanon
|
80
|
0,017
|
50
|
Dimetilsulfida
|
38
|
0,02
|
0,012
|
Metilmerkaptan
|
8
|
0,013
|
0,002
|
Metilsalisilat
|
222
|
-
|
0,01
|
Di
udara (mg/liter)
|
|||
2-Heptanon
|
150
|
6,5 x 10 -4
|
8,97 x 10-4
|
Vanilin
|
285
|
-
|
1,1 x10-9
|
Sumber :
Wick (1965)
Pengaturan terhadap cita rasa untuk menunjukan
penerimaan konsumen terhadap suatu bahan makanan umumnya dilakukan dengan alat
indera manusia. Bahan makanan yang akan diuji, dicobakan kepada beberapa orang
panelis pencicip yan terlatih. Masing-masing panelis memberi nilai terhadap
cita rasa bahan tersebut. Jumlah nilai dari panelis akan menentukan mutu atau
penerimaan terhadap bahan yang diuji. Selain itu, suatu bahan makanan sebelum
dijual dipasaran perlu diuji lebih dahulu, baik uji cicip laboratoris maupun
uji cicip konsumen.
C.
Zat Pewarna
Suatu
makanan agar memiliki daya tarik biasanya diberikan suatu warna, yang dapat
diperoleh dari makanan itu sendiri maupun zat perwarna buatan. Zat perwarna
alami biasanya memiliki warna yang kurang mencolok dibandingkan zat pewarna
buatan.
Dalam
bahan makanan itu sendiri terdapat suatu warna, dan hal yang dapat menyebabkan
bahan makanan berwarna yaitu :
a. Pigmen
yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya klorofil berwana
hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin penyebab warna merah pada daging.
b. Reaksi
karamelisasi yang timul pada gula yang dipanaskan menjadi coklat.
c. Warna
gelap yang timbul akibat reaksi Maillard, yaitu gugus amino protein dan gugus
amino pereduksi.
d. Reaksi
senyawa organik dengan udara akan menyebabkan warna hitam atau coklat gelap.
e. Penambahan
zat warna, baik secara alami maupun sintetik yang termasuk dalam bahan aditif
makanan.
1.
Pigmen
Zat
warna alami disebut juga pigmen yang dulu sering digunakan untuk pewarna bahan
makanan. Missal kunyit untuk mewarnai nasi kuning, cabai untuk mewarnai nasi
goreng dan sombo keling untuk mewarnai kerupuk. Semenjak ditemukan zat warna
sintetik, pigmen menjadi jarang digunakan. Tetapi dalam dasa warsa terakhir
timbul usaha-usaha untuk mendalami pigmen.
2.
Klorofil
Klorofil
adalah pigmen berwarana hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan
karoten dan xantofil. Terdapat dua jenis klorofil yang berhasil diisolasi,
yaitu klorofil a dan b. klorofil a termasuk dalam porfirin, hemoglobin termasuk
didalamnya. Pada dasarnya molekul klorofil sangat besar terdiri dari 4 cincin
pirol yang dihubungkan dengan gugus metena (-CH=) membentuk molekul yang pipih.
Pada karbon ke-7terdapat residu propionat yang teresterifikasi dengan fitol dan
larut dalam lipid. Klorofil a mengandung atom magnesium yang diikat dengan oleh
nitrogen dengan ikatan kovalen dan dua nitrogen lain dengan ikatan koordinat
kovalen, N dari pirol menyumbangkan pasangan elektron pada magnesium.
Perbedaan
klorofil a dan b terletak pada atom C nomor 3, metil pada klorofil a diganti
aldehida pada klorofil b. klorofil merupakan senyawa yang tidak stabil,
sehingga sulit menjaga molekulnya tetap utuh. Klorofil pada daun masih hidup
berikatan dengan protein, dalam proses pemanasan protein terdenaturasi dan
klorofil akan pecah.
Klorofil
yang berwarna hijau dapat berwarna hijau kecoklatan ataupun coklat karena
subtitusi magnesium oleh hydrogen membentuk fenofitin. Reaksi dapat berjalan
cepat dalam larutan asam.
klorofil klorofilid
-Mg -Mg
feofitin feoforbid
3.
Mioglobin
dan Hemoglobin
Hemoglobin
memiliki BM sekitar 68.000 dan terdiri dari protein yaitu globin. Pada molekul
tersebut terikat empat gugusan heme. Molekul globin terdiri dari empat rantai
peptida yang tersusun dari bentuk tetra-hedral. Gugusan heme terdapat dalam
kantung di permukaan molekul globin dan kantung terbentuk dari lipatan satu
rantai peptida.
Zat
kimia warna daging adalah pigmen mioglobin, dalam daging ternak jumlah besi
paling besar terdapat dalam mioglobin (95%) disbanding pada badan ternak hanya
10% yang masih hidup. Pigmen lain yang ada dalam daging adalah sitokrom dan
flavin.
Mioglobin
mirip dengan hemoglobin tetapi bentuknya lebih kecil, kira-kira seperempat
hemoglobin. Yang unik dari mioglobin adalah sebuah molekul yang terdiri dari
satu heme dan satu molekul protein. Protein pada molekul mioglobin terdiri dari
satu polipeptida (150 asam amino). BM mioglobin adalah 17.000.
Heme(feroprotoforfirin)
yang terdapat dalam mioglobin sama dengan heme pada hemoglobin, yang terdiri
dari porifirin yang mengandung debuah atom besi(Fe). Mioglobin adalah bagian
protein sarkoplasma daging, dapat larut dalam air dan larutan garam encer.
Panjang gelombang absorbs maksimum 555nm (Nampak abu-abu), metmiglobin memiliki
panjang gelombang maksimum 505 dan 627nm (Nampak coklat).
4.
Karotenoid
Karotenoid
adalah kelompok pigmen berwarna kuning, oranye, merah oranye, serta larut dalam
lipid. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%), bersama-sama dengan klorofil
(9,3%) terdapat pada bagian atas daun dekat dengan dinding sel palisade. Diperkirakan
lebih dari 100 juta ton karotenoid diproduksi setiap tahun di alam. Karotenoid
memiliki rumus kimia mirip karoten. Karoten merupakan campuran beberapa senyawa
ɑ-,ß-, dan ɤ- karoten. Karoten adalah hidrokarbon atau turunannya yang terdiri
dari beberapa unit isoprena. Turunan yang menganung oksigen adalah xantofil.
Beberapa jenis karotenoid yang banyak tedapat di alam dan di makanan
adalah ß-karoten (buah-buahan yang
kuning dan merah), likopen (tomat), kapxantin (cabai merah), dan biksin
(annatis).
5.
Karoten
Karoten
dan likopen adalah molekul yang simetrik, separuh bagian kiri adalah bayangan
cermin bagian kanan. ß-karoten dan
likopen merupakan molekul yang serupa, perbedaan pada cincin karbon ujung. Pada
karoten cincin tertutup dan pada likopen terbuka.
ß-karoten
banyak terkandung dalam wortel dan lada, kadang-kadang bebas atau bercampur
dengan ɑ- dan ɤ- karoten. Tidak semua karoten simetrik, tetapi ada cincin
terminal yang tidak sama.
Karotenoid
yang mengandung gugus hidroksil adalah xantofil. Yang termasuk xantofil adalah
kriptoxantin yang memiliki gugus hidroksil. Termasuk pigmen utama pada jagung,
lada, papaya dan jeruk.
6.
Antosianin
Antosianin
dan antoxantin tergolong dalam pigmen flavonoid yang larut dalam air. Flavonoid
mengandung dua cincin benzene yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang
dirapatkan sebuah atom oksigen, sehingga terbentuk cincin diantara cincin
benzena. Warna pigmen antosianin adalah merah, biru, violet, dan terdapat dalam
buah, bunga dan sayuran. Dalam tanaman bentuk glikosida yaitu membentuk ester
dan monosakarida. Waktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin pecah
menjadi antosianidin dan gula.
Pada
pH rendah pigmen berwarna merah, dan pada pH tinggi pigmen berwarna violet dan
berubah jadi biru. Konsentrasi pigmen juga berpengaruh pada warna. Pada
konsentrasi encer antosianin berwarna biru, konsentrasi pekat berwarna merah,
dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin banyak mengubah warna
antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman
larutan banyak menentukan warna produk tersebut. Dengan ion logam, antosianin
membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet.
7.
Antoxantin
Antoxantin
termasuk kelompok pigmen flavonoid, larut dalam air, dan merupakan suatu
glikosida dengan satu atau dua monosakarida (ramose dan glukosa). Pemanasan
dalam asam encer akan memecahnya menjadi flavon atau turunannya (flavonal,
flavonoal, isoflavon) dan monosakarida.
Antoxantin
banyak terdapat dalam lender sel daun yang tidak digunakan sebagai makanan. Beberapa
flavon yang dikenal adalah kuersetin (kulit bawang), hesperitin (jeruk), dan
apegenin (dahlia kuning). Antoxantin berbeda dengan pigmen kuning/ jingga
(karotenoid) sifatnya larut dalam air, sedangkan karotenoid larut dalam lipid.
8.
Tanin
Tanin
(asam tanat/asam galotanat) tidak
berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Istilah tanin yang ada
dalam ahli pangan adalah Condensed tannin (dimer 4,8 atau 2,8 C-C atau ikatan
dimer eter 3,3 dari senyawa katekin. Yang kedua adalah hydrolyzed tannin
(galotanin dan elogitanin). Biasanya digunakan untuk menyamak kulit dan
masing-masing adalah polimer asam galat dan asam elagat.
Tanin
terdiri dari katekin, leukantosianin, dan hidroksi yang masing-masing akan
menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Katekin dan epikatekin saling
merupakan isomer, yaitu pada katekin hidroksin-hidroksin pada cincin benzena
berbentuk trans, pada epikatekin berbentuk cis (karbon nomor 2 dan 3).
Misal
dalam teh, terdapat katekin dan epikatekin yang teresterifikasi dengan asam
galat. Kandungan tanin memberikan pemantap rasa. Beberapa jenis senyawa telah
diisolasi dari the-the meliputi epikatekol, katekol galat, sdan
5-hidroksikatekol.
·
Pewarna
Di
Indonesia belum terdapat undang-undang tentang zat pewarna , maka terdapat kecenderungan
pada penyalahgunaan zat perwarna untuk sembarang bahan pangan. Misal pewarna
tekstil digunakan untuk pewarna makanan dan dapat membahayakan kesehatan.
Hingga saat ini aturan penggunaan zat warna di Indonesia dalam SK Menteri
Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No.11332/A/SK/73 terapi belum dicantumkan
dosis penggunaannya dan sanksi yang melanggar.
Urutan
penambahan zat warna berdasarkan tahun adalah :
Tahun
1916 : tartazine
Tahun
1918 : yellow AB dan OB
Tahun
1922 :
guinea green
Tahun
1927 : fast green
Tahun
1929 : ponceau SX, sunset yellow,
brilliant blue
Tahun
1950 : violet no 1
Tahun
1959 : FD dan C lakes
Tahun
1966 : orange B
Tahun
1971 : FD dan C red no 40
FD
dan C Color adalah zat pewarna yang diizinkan untuk makanan, obat-obatan dan
kosmetik. D dan C hanya untuk obat-obatan luar dan kosmetik. Dari hasil
penelitian, zat warna yang telah tetap penggunaannya tidak menimbulkan efek
pada kesehatan. Pada tahun 1960 telah dikeluarkan mengenai penggunaan pewarna
yang disebut Color additive amandement, pewarna dibagi menjadi dua yaitu :
1. Certified
Color
a. Dye
Zat pewarna yang larut
dalam air dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain
air adalah propilengikol, gliserin, atau alkohol. Dye terdapat dalam bentuk
bubuk, butiran, pasta, maupun cairan yang penggunaannya tergantung kondisi
bahan, kondisi proses dan zat warna itu sendiri. FD dan C dye terbagi empat,
yaaitu Azo dye, triphenylmethane dye, fluorescein, dan sulfonated indigo.
Amaranth
termasuk golongan monazo yang memiliki satu ikatan N=N, berupa tepung merah
kecoklatan yang mudah larut dalam air, propilenglikol, gliserol, dan larut
sebagian dalam alkohol 95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl
10-30%, dan NaOH 10%, sedang pada NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh.
Adanya FeSO4 membuat larutan berwarna keruh, tapi dalam Fe bentuk tawas tidak
begitu berpengaruh. Larutan zat warna yang encer dan asam berubah menjadi
coklat keruh bila kontak dengan tembanga (Cu). Logam Al juga akan menjadikan
larutan encer menjadi kuning, perubahan warna dapat dikurangi dengan suasana
asam.
Tartrazine
adalah tepung berwarna kuning jingga yang larut dalam air, dan larutannya
berwarna kuning keemasan. Kelarutan dalam alkohol 95% sedikit, dalam gliserol
dan glikol mudah larut. Tartrazine tahan terhadap cahaya, asam asetat, HCL, dan
NaOH 10%. NaOH 30% akan menjadikan warna berubah kemerah-merahan. Mudah luntur
dengan adanya oksidator, FeSO4, membuat larutan zat berwarna menjadi keruh.
Sunset
yellow termasuk golongan monazo, berupa tepung berwarna
jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga
kekuningan. Sedikit larut dalam alkohol 95%, dan mudah larut dalam gliserol dan
glikol. Ketahanan terhadap cahaya hamper sama dengan tartrazine , sedangkan
ketahanan terhadap FeSO4 lebih rendah.
Panceau
SX
berupa tepung merah, mudah larut dalam air, dan memberikan larutan berwarna
merah jingga. Larut dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol 95%,
sifat ketahanan hamper sama dengan amaranth, sedikit luntur oleh asam asetat
10%. Dapat diendapkan dengan tawas.
FD
dan C Blue No 1 (brilliant Blue) NO Indeks 42090
Zat pewarna ini
termasuk triphenylmethane dye merupakn tepung berwarna ungu perunggu. Larut
dalam air (berwarna hijau kebiruan), glikol dan gliserol, agak larut dalam
alkohol 95%. Tahan tehadap asam asetat , agak luntur oleh cahaya. Terhadap
alkali lain warna menjadi merah pada suhu tinggi. Tahan terhadap reduktor
dibanding dengan golongan azo dyes dan zat warna ini tidak terpengaruh oleh
gula invert.
FD
dan C Green No 3 (Fast Green) No Indeks 42053
Tepung zat warna ini
berwarna ungu kemerahan atau ungu kecoklatan dan jika dilarutkan dalam air
menghasilkan warna hijau kebiruan. Zat ini larut dalam alkohol 95%, dan lebih
mudah larut dalam campuran air dan alkohol. Mudah larut dalam glikol dan
gliserol.
FD
dan C Violet No 1 (Benzylviolet 4B)
Zat warna ini berbentuk
tepung berwarna ungu, larut dalam air, gliserol, glikol dan alkohol 95%.
Menghasilkan warna ungu cerah, tidak larut dalam minyak dan eter, mudah luntur
oleh cahaya, sedangkan terhadap asam asetat agak tahan.
FD dan C Red No 3(Erythrosine)
No Indeks 45430
b. Lake
FD dan C lake diijinkan
pemakaiannya sejak tahun 1959, merupakan gabungan zat warna (dye) dan radikal
basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau Al(OH)3. Lapisan ini
tidak larut dalam air, dan hamper tidak larut di semua pelarut. Lake stabil
pada pH 3,5-9,5 dan di luar selang tersebut alumina pecah dan dye yang
terkandung terlepas.
2. Uncertified
Color Additive
Zat
warna yang termasuk adalah zat warna alami dan zat pewarna mineral, walaupun
ada juga zat pewarna seperti ß-karoten dan kantaxantin yang telah dibuat secara
sintetik. Satu-satunya zat pewarna yang penggunaannya bersifat sementara adalah
Carbon Black.
Karotenoid
sebagai pewarna
Golongan
karoten member warna jingga sampai merah dan dapat larut dalam lemak walaupun
kelarutannya tidak besar. Zat ini digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak
dan lemak seperti margarine dan minyak goring.
Biksin
Zat
ini diperoleh dari ekstraksi kulit biji pohon Bixa orellana, zat pewarna yang
di ekstrak terutma terdirii dari karotenoid-karotenoid. Biksin larut dalam
lemak, sedang non-biksin larut dalam air, warna yang dihasilkan adalah kuning
mentega sampai kuning buah persik. Zat warna ini sangat stabil dalam oksidasi,
tetapi tidak tahan terhadap cahaya panas.
Karamel
karamel
berbentuk amorf berwarna coklat gelap dan dapat diperoleh dari pemanasan
terkontrol terhadap molase, hidrolisat pati, dekstrosa, gula invert, laktosa,
sirup malt, dan sukrosa. Bila di encerkan karamel membentuk koloid bermuatan
listrik, maka pemakaian karamel harus memperhatikan pH bahan.di bawah pH 2,0
(titik isolistrik) karamel bermuatan positif dan akan mengendap.
Ada
tiga macam kelas karamel yang membedakan penggunaannya dalam bahan makanan:
1. Karamel
tahan asam, untuk mewarnai minuman yang mengandung CO2 dan bersifat asam dan
berbentuk cairan.
2. Karamel
untuk roti, berbentuk cairan dan digunakan untuk produk-produk seperti biscuit,
cake dan roti.
3. Karamel
kering, untuk campuran dalam bentuk kering atau untuk produk cair dalam bentuk
cair.
Penggunaan
karamel biasanya dicampur dengan zat pewarna buatan (azo dye) dengan
perbandingan terjaga agar tidak terjadi kekeruhan.karamel membantu mempertajam
warna dan membuat warna menjadi menarik.
Titanium
Oksida
Titanium
berwarna putih dan menyebabkan warna menjadi opaque. Ada dua macam Kristal
titanium oksida, yaitu rutil dan anastase, tetapi hanya anastase yang boleh
digunakan untuk pewarna makanan. Zat ini mewarnai makanan dengan cara disperse
dan digunakan larutan kental atau produk semi solid. Secara tersendiri,
digunakan dalam sirup untuk melapisi tablet obat dan boleh digunakan 1% dari
berat bahan.
Cocbineal,
Karmin, dan Asam Karminat
Cocbineal
adalah zat berwarna merah yang berasal dari hewan Coccus cacti betina yang di
keringkan.zat pewarna yang ada di dalamnya adalah asam karminat. Karmin
diperoleh dengan cara mengekstraksi asam karminat, kemudian dilapisi dengan
alumunium, jadi merupakan lake asam karminat. Karmin digunakan untuk melapisi
bahan berprotein yang diproses menggunakan retort dan memberikan warna merah
jambu.
·
Penggunaan
Zat Pewarna dalam Bahan Makanan
Produk
yang sering menggunakan zat pewarna adalah minuman, produk olahan susu, kembang
gula, biscuit, makanan hewan peliharaan, tepung sari buah, dll. Konsentrasi
yang digunakan tidak sama dan memiliki batas tertentu.
D.
Senyawa
Beracun Dalam Bahan Pangan
Kebiasaan
makan kita ditentukan oleh tradisi dan kebudayaan. Makanan yang tidak enak dan
dapat menimbulkan sakit biasanya dhindarkan. Beberapa orang tua didaerah
memberikan petunjuk bahwa daun-daun yang dapat diserang ulat biasanya tidak
beracun dan dapat dengan aman dimakan manusia. Kebenaran akan hal ini secara
ilmiah sebenarnya belum dibuktikan.
Dalam bahan pangan sering kali terdapat
senyawa-senyawa kimia yang tidak mempunyai nilai nutrisi. Adanya senyawa-senawa
kimia tersebut selalu dihubungkan dengan sifat-sifat yang tidak diinginkan dan
kadang-kadang beracun sehingga membahayakan kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa kimia tersebut terdapat dalam bermacam-macam
bentuk, darigaram anorganik yang sederhana sampai ke molekul yang besar dan
kompleks. Bahaya yang ditimbulkannya dapat berupa bahaya keracunan yang akut
atau bersifat menahun dan dapat menibulkan perubahan sifat (mutagen).
Senyawa
beracun dalam bahan makanan dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
1.
Senyawa beracun alamiah
2.
Senyawa beracun dari mikroba dan
3.
Senyawa beracun oleh residu dan
pencemaran.
1. Senyawa Beracun Alamiah
berbagai macam bahan
makanan baik hewani maupun nabati, sering kali secara alamiah mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat racun. Senyawa beracun yag dapat menimbulkan keracunan akut pada
umumnya sudah dikenal oleh masyarakat, seperti singkong ( mengandung HCN ),
cendawan ( muskarin ), biji bengkuang ( pakirizida ), jengkol ( asam jengkolat
). Disamping itu beberapa senyawa beracun juga terdapat pada ikan buntal,
berjenis-jenis kerang, dan udang. Kandungan senyawa beracu bervariasai menurut
jenis dan varietas bahan asal.
Untuk menanggulangi keadaan tersebut, diperlukan
pengetahuan yang cukup mengenai kandungan senyawa-senyawa beracun dalam bahan
mentah yang akan digunakan untuk suatu produk baru.
Bermacam-macam senyawa beracun yang sering kali terdapat
dalam bahan nabati dapat dilihat dalam tabel berikut ini
Nama
Toksin
|
Senyawa
Kimia
|
Sumber
|
Gejala
Keracunan
|
Inhibitor
|
protein
|
Kacang-kacangan,
kacang polong, kentang, ubi jalar, biji-bijian.
|
Pertumbuhan
dan penggunaan makanan kurang baik, pembesaran kelenjar pankreas
|
Hemaglutinin
|
protein
|
Kacang-kacangan,
kacang polong
|
Pertumbuhan
dan penggunaan makanan kurang baik, penggumpalan butir darah merah
|
Saponin
|
glikosida
|
Kedelai,
bit, kacang tanah, bayam, asparagus
|
Hemolisis
butir darah merah
|
Gosipol
|
Gosipol
|
Biji
kapas
|
Kerusakan
hati, pendarahan, pembengkakan osteolatirisme (susunan kerangka tidak
sempurna)
|
Kandungan racun dalam bahan makanan biasanya rendah
sehingga bila dikonsumsi dalam jumlah normal oleh orang yang kesehatannya
normal tidak banyak membahayakan tubuh.
Hidrogen sianida
Glikosida
sianogenetik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan nabati dan
secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan dapat mengeluarkan
hidrogen sianida. Hidrogen sianida dikeluarkan bila komoditi tersebut
dihancurkan, dikunyah, mengalami pengirisan, atau rusak. Bila dicerna, hidrogen
sianida sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran
darah. Tergantung jumlahnya hidrogen sianida dapat dapat menyebabkan sakit
sampai kematian (dosis yang mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan) .
Kandungan sianida dalam singkong sangat bervariasi. Dalam
singkong manis dibawah 50mg/kg berat asal, sedangkan singkong pahit atau racun
diatas 50mg/kg. Menurut FAO, singkong dengan kadar 50mg/kg masih aman untuk
dikonsumsi manusia. Untuk menghilagkan kandungan racun pada singkong,kulitnya
dikupas dulu sebelum diolah, singkongnya dikeringkan, direndam sebelum dimasak
dan difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut linamarin
banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang keluar sehingga tinggal
sekitar 10-40mg/kg.
Alkaloid dalam
kentang
Kandungan
alkaloid dalam kentang (solanin) banyak menyebabkan keracunan pada manusia.
Alkaloid merupakan penghambat kerja asetilkolinesterase yang mempengaruhi
transmisi impuls syaraf. Kandungan alkaloid sangat tergantung varietas, tetapi
biasaya kandungan terbanyak adalah pada bagian dekat kulit, tarutama bagian
yang telah menjadi hijau karena terkena sinar matahari. Ekspos pada sinar
fluoresen dapat meningkatkan kadar alkaloid. Demikian juga pada kentang yan
sedang berkecambah terkandung alkaloid dalam jumlah yang dapat membahayakan.
Kadar alkaloid dalam kentang yang beracun dapat melebihi 10 kali kadar alkaloid
dalam kentang yang tidak beracun, biasanya tidak lebih dari 5mg/100g berat
kentang segar.
Alkaloid
pirolizidina
Alkaloid
pirolizidina merupakan suatu alkaloid yang beracun dan beberapa diantaranya
merupakan suatu senyawa karsinogenik. Pirolizidina dikenal sebagai racun bagi
hati dan paru-paru. Pad manusia yang terlalubanyak mengkonsumsi alkaloid
tersebut dapat meninggal dunia akibat kerusakan hati. Alkaloid ini dicurigai
sebagai penyebab terjadinya kematian penduduk yang banyak mengkonsumsi ramuan
obat tradisional yang banyak mengandung alkaloid tersebut.
Komprey
(Symphytum sp) pernah sangat populer
di indonesia sebagaiobat kanker, baik dalam bentuk kapsul, pil, teh. Komprey
juga merupakan satu-satunya tanaman yang telah diketahui mengandung vitamin B12
(6,3mg/g). Sebaliknya kompery setelah diteliti
ternyata mengandung dua jenis alkaloid pirolizidina yang dikenal sebagai
simfitin dan ekimidin. Konsenterasi ekimidin biasanya hanya sepertiga
konsenterasi simfitin. Simfitin yang disuntikkan intrapertonal sebanyak 13mg/kg
berat badan pada tikus-tikus percobaan (20 ekor) ternyata menyebabkan 40% dari
tikus-tikus percobaan tersebut setelah 650 hari menderita tumor hati.
Kafein
Kafein
merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, coklat, kola, dan beberapa
minuman penyagar lainnya. Kafein dapat berfungsi sebagai stimilan dan beberapa
aktifitas biologis lainnya. kandungan kafein dalam teh relatif lebih besar
daripada yang terdapat dalam kopi, tetapi pemakaian teh dalam minuman juga
lebih encer bila dibandingkan kopi.
Tidak
dapat disangkal lagi, minuman penyegar populer karena daya stimulasinya
terhadap pusat susunan syaraf. Setiap orang berbeda kepekaannya terhadap
kafein. Beberapa kecurigaan terhadap pengaruh kafein terhadap ibu yang sedang
mengandung sudah diungkapkan, yaitu dapat menybabkan kelahiran bayi yang cacat.
Dapat disarankan bagi ibu-ibu yang sedang dan akan mengandung untuk mengurangi
konsumsi kafein sehari-hari. Kadar kafein dalam secangkir teh adalah 30mg,
secangkir kopi 85mg, dan coca cola 35mg/botol.
Mimosin dan leukanin
Mimosin
banyak terdapat di dalam biji lamtoro atau petai cina (Leucaena glauca). Lamtoro mendat perhatian yang besar dalam program
penghijauan dan makanan ternak, terutama jeni yang dikenal sebagai Lamtoro
gung(Leucaena leucocephala). Mimosin
merupakan senyawa yang dicurigai sebagai penyebab rontoknya rambut pada hewan
dan manusia. Halini diperkirakan karena hubungannya dengan retrogessi sel-sel
partikel rambut.
Mimosin
bersifat sangat mudah larut dalam air. Cara menghilangkan atau menurunkan
senyawa beracun tersebut dilakukan dengan merendam biji lamtoro dalam air pada
suhu 700C (24 jam) atau pada 1000C selama 4 menit. Dengan
cara tersebut kandungna mimosin dapat diturunkan dari 4,5% menjadi 0,2% atau
penurunan sebanyak 95%. Demikian juga dengan proses pembuatan tempe kadar
mimosain dapat banyak dikurangi, kandunga mimosin dalam biji lamtoro gung
63mg/kg dan dalam tempe lamtoro tinggal 0,001mg/kg. Bila bereaksi dengan logam,
misalnya besi, mimosin akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna merah.
Asam Jengkolat
Racun
asam jengkolat ini terdapat pada biji jengkol (Phitecolobium lobatum). Kandungan zat ini berbeda-beda tergantung
varietas dan umur biji jengkol. Gangguan kesehatan disebabkan terbentuknya
kristal asam jengkolat ynag dapat menyumbat saluran air seni. Ketahanan
seseorang terhadap keracunan asam jengkolat ini berbeda-beda dan keracuan asam
ini jarang menimbulkan kematian. Jumlah asam jengkolat dalam biji jengkol
adalah 1-2% dari berat bijinya.
Asam
jengkolat sangat sukar larut dalam air, dan kelarutannya dalam asam dan basa
sangat lama. Pembentukan kristal asam jengkolat dalam air seni manusia
tergantung dari keadaan pH air seni tersebut. Pada pH urin yang asam, asam
jengkolat akan mengkristal di ginjal.
Pakirizida
Biji
bengkuang mangandung zat racun yag mempunyai daya narkotik terhadap susunan
syaraf pusat. Kematian dapat terjadi akibat kelumpuhan organ pernafasan. Biji
bengkuang ini dapat dipakai untuk menangkap ikan. Agar tidak keliru, yang biasa
dimakan manusia adalah umbinya, sedang biji bengkuang jarang dimakan manusia.
Saponin
Saponin
adalah glikosida dalam tanaman dan terdiri atas gugus sapogenin(steroid; C27)
atau triterpenoid (C30), gugus heksosa, pentosa, atau asam uronat.
Senyawa ini mempunyai rasa pahit dan berbusa bila dilarutkan.
Saponin
dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah, sangat beracun terhadap hewan
berdarah dingin, sedangkan terhadap hewan berdarah pnas daya toksisitasnya
berbeda-beda.
Goitrogen
Goitrogen
adalah tioglikosida yang bersifat antitiroid, yang terdapat dalam tanaman
familia Coniferae. Adanya senyawa ini
menimbulkan rasa pedas pada beberapa tanaman. Tioglikosida yang terdapat dalam
tanaman berikatan dengan enzim. Enzim ini akan menghidrolisis tioglikosida
menghasilkan glukosa dan bisulfat.
Gosipol
Biji
kapas mengandung 0,4-1,7% pigmen gosipol dan pigmen lain yang serupa. Senyawa
gosipol ini sangat reaktif dan menyebabkan gejala-gejala keracunan pada hewan
peliharaan maupun hewan percobaan. Adanya gosipol dalam biji kapas akan
menurunkan nilai nutrisi tepung biji kapas yang merupakan sumber protein
nabati.
2. Senyawa Racun dari Mikroba
Sebelum
membahas tentang mikroba kita pahami dahulu apa itu infeksi dan keracunan.
Infeksi adalah bila seseorang setelah mengkonsumsi makanan atau
minumanyangmengandung bakteri patogen mendapat gejala-gejala penyakit. Keracuan
yang disebut juga intoksikasi yang disebabkan mengkonsumsi makanan yang telah
mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh mikroba, baik bakteri maupun
kapang. Dibawah ini yang akan disajikan hanya masalah intoksikasi saja.
Beberapa
senyawa racun yang dapat menyebabkan intoksikasi adalah bakteri Clostridium batulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenans. Sedang dari kapang, biasanya disebut mikotoksin yaitu, Aspergillus flavus, penicillium sp, dll.
Clostridium batulinum
Senyawa
beracun yang diproduksi Clostridium
batulinumdisebut botulinin dan
keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung
botulinin disebut botulisme.
Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya bagi manusia dan sering
kali akut dan menyebbkan kematian.
Gejala-gejala
botulisme timbul dalam waktu 12 hingga 36 jam. Dimulai dengan gangguan
pencernaan yang akut, mual, muntah-muntah, serta pusing. Kemudian diikuti
dengan terjadinya pandangan ganda, setiap benda terlihat menjadi dua, sulit
menelan dan berbicara, kemudian diikuti kelumpuhan saluran pernafasan dan
jantung, dan kematian terjadi karena kesulitan bernafas. Korban dapat meninggal
dalam waktu tiga sampai enam hari.
Botulinin
merupakan sebuah molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat, satu
mikrorgram sudah culup membunuh seorang manusia. Untungnya karena merupakan
protein, botulinin bersifat termolabil dan dapat diinaktifkan dengan pemanasan
pada suhu 800C selama 30 menit.
Botulinin
dapat diproduksi oleh beberapa jenis Clostridium
batulinum yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Tipe yang paling berbahaya
adalah tipe A dan B, sedang tipe E dan F dalam derajat yang lebih lemah juga
tetap berbahaya bagi manusia. garam dengan konsntrasi 8% atau lebih serta pH
4,5 atau kurang dapat menghambat pertumbuhan C. Botulinum, ehingga produksi
botulinum dapat dicegah.
Pseudomonas
cocovenenans
Senyawa beracun yang dapat
diproduksi oleh Pseudomonas cocovenenans adlah
toksoflavin dan asam bongkrek. Kedua senyawa beracun tersebut diproduksi dalam
jenis makanan yang disebut tempe bongkrek, suatu tempe yang dibuat dengan bahan
utama ampas kelapa. Tempe yang gagal dan rapuh biasanya tumbuh sejenis bakteri
yang disebut Pseudomonas cocovenenans, bakteri
yang tidak dikehendaki ada dalam tempe bongkrek. Bakteri ini yang menyebabkan
terbentuknya toksin dalam tempe bongkrek. Pertumbuhan Pseudomonas cocovenenans di laboratorium dapat dicegah bila pH
substrat diturunkan dibawah 5,5 atau dengan penambahan garam NaCl pada substrat
pada konsentrasi 2,75-3,0%.
Staphylococcus aureus
Senyawa beracun yag diproduksi oleh
Staphylococcus aureus disebut
enterotoksin dan dapat terbentuk dalam makanan karena pertumbuhan bakteri
tersebut. Enterotoksin menyebabkan gastroenteritis.
Enterotoksin sangat stabil terhadap panas, dan yang paling tahan panas adalah
enterotoksi tipe B.
Sumber
penularan Staphylococcus aureus adalah
manusia atau hewan melalui hidung, tenggorokan, kulit, dan luka yang bernanah.
Gejala keracunan yag terjadi adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah,
kejang perut, diare, sakit kepala, berkeringat dingin yang terjadi hanya satu
atau dua hari. Sesudah itu penderita akan sembuh. Biasanya jarang terjadi
kematian.
Mikotoksin
dan aflatoksin
Mikotoksin
merupakan senyawa beracun yang diproduksi oleh kapang (mold) atau jamur.
Mikotoksin yang terkenal adalah aflatoksin. Aflatoksin adalah senyawa beracun
yang diproduksi oleh Aspergillus flavus.
Aspergillus flavus adalah kacang
tanah atau produk-produk dari kacang tanah. Disamping itu ditemukan juga pada
biji kapas, jagung dan bahkan beras, terutama yang telah mengalami kerusakan
selama penyimpanan.
Mikotoksin yang sering
terdapat pada bahan makanan
toksin
|
kapang
|
Bahan
makanan yang terkena
|
Akibat
yang ditimbulkan
|
Aspergillus
sp
|
|||
Aflatoksin
|
A.
flavus
|
Kacang
tanah, minyak yang berasal dari biji-bijian.
|
Keracunan
hati, kanker pada beberapa jenis hewan (kemungkinan pada manusia)
|
Okratoksin
|
A.
ochraceous
|
Serealia,
kopi hijau
|
Racun
pada ginjal tikus
|
Zearalenon
|
Gibberellazeae
|
Jagung
|
Hyperestrogenism pada babi dan
hewan percobaan
|
3. Resiu dan Pencemaran
Residu
pestisida
Pestisida yang termasuk
insektisida, fungisida, dan rodentisida digunakan orang untuk mengurangi
kerusakan komoditi pangan baik yang masih diladang maupun dalam penyimpanan
agar menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik.
Pestisida yang
digunakan tersebut meninggalkan residu pada bahan pangan yang dapat
membahayakan konsumen. Karena itu pemakaiannya harus diawasi dan residu yang
tinggal tidak boleh melebihi kadar toleransi yang ditentukan oleh pemerintah.
Pada komoditi hasil
ternak, daging dan unggas, antibiotik, hormon, transquilizer, dan enzim sering digunakan untuk meningkatkan
pemanfaatan makanan ternak atau meningkatkan hasil ternak (hormon pada ayam,
papain untuk daging). Residu dari bahan tersebut dapat tertinggal dalam daging,
unggas, susu, dan telur berupa bahan aditif yang tidak disengaja. Residu dari
bahan tersebut dapat tertinggal dalam daging, unggas, susu, dan telur berupa
bahan aditif yang tidak disengaja.
Kontaminasi Radioaktif
Kontaminasi
radioaktif dapat terjadi pada air dan bahan pangan melalui isotop radioaktif
yang terjadi secara alami dari debu radioaktif, baik dari peledakan senjata
nuklir atau dari pabrik pembangkit tenaga nuklir. Sumber utama radioaktif
trjadi secara alami dipermukaan bumi maupun dalam sinar kosmos. Dua kontaminan
radioaktif utama adalah kalium-40 dan karbon-14 yang berturut-turut memiliki
waktu paruh 220jutadan 5760 tahun. Karena lamanya waktu paruh tersebut maka
kalium-40 dan karbon-14 merupakan bahaya yang potensial. Walaupun demikian
karbon-14 menjadi kurang berbahaya karena terserap oleh tubuh dalam jumlah yang
kecil saja, sedang bahaya kalium-40 juga dikurangi karena relatif sangat cepat
meninggalkan tubuh, yaitu hanya bberapa bulan saja berada dalam tubuh.
Unsur radioaktif yang
masuk ke dalam bahan makanan dan air hasil ledakan nuklir terutama
stronsium-90, sensium-137, iodium-131, dan karbon-14.
Radiasi yang berasal
dari stronsium-90 sangat berbahaya, bukan hanya terhadap tulang tetapi juga
terhadap pembentukan tulang dan sel-sel darah disumsum tulang. Stronsium-90
diserap melalui usus kecil persis sama seperti kalsium. Iodium-131 lebih
berbahaya karena dapat menyebabkan kanker. Iodium-131 banyak terdapat pada
susu.
Kontaminasi
Merkuri
Keracunan metil merkuri
terjadi karena korban memakan ikan yang telah terkontaminasi merkuri, misalnya
diteluk Minamata pada tahun 1953. Ternyata metil merkuri berasal dari buangan
sisa industri yang dialirkan ke sungai-sungai yang bermuara diteluk itu. Logam
merkuri diubah menjadi metil merkuri oleh bakteri Methanobacterium omelanskii yang
hidup dalam lumpur dasar danau atau sungai.
Keracunan merkuri
disebut juga penyakit Minamata dengan gejala-gejala : terasa geli dan panas
pada anggota badan, mulu, bibir, dan lidah, kehilangan penglihatan, sukar
berbicara dan menelan, kehilangan pendengaran, tidak stabil emosinya, kom dan
kematian.
Batas maksimum yang
disarankan untuk konsumsi merkuri adalah 0,3 mg per orang per minggu atau 0,005
mg/kg berat badan dan dari jumlah trsebut tidak boleh melebihi dari 0,2 mg
sebagai metil merkuri.
Merkuri organik juga
bertanggung jawab terhadap keracunan bahan makanan. Merkuri organik biasanya
digunakan untuk melindungi biji-bijian yang disimpan.
E.
Enzim
Diagram
energi potensial reaksi kimia organik yang menunjukkan efek katalis pada suatu
reaksi eksotermik hipotetis X + Y = Z.
Enzim
adalah biomolekul
berupa protein
yang berfungsi sebagai katalis
(senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul
awal yang disebut substrat akan
dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk
yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar
dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
Enzim bekerja dengan cara
bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat
melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi
lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia
dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai
contoh:
X +
C → XC (1)
Y +
XC → XYC (2)
XYC → CZ (3)
CZ → C + Z (4)
Meskipun senyawa katalis
dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali
ke bentuk semula. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap
jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa
atau reaksi kimia.
Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat
tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada
proses perombakan pati
menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor.
Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum
yang berbeda-beda karena enzim adalah protein,
yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar
suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal
atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim
kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul
lain. Inhibitor adalah molekul yang
menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan
aktivitas enzim. Banyak obat
dan racun
adalah inihibitor enzim.
Struktur dan mekanisme
Diagram pita yang menunjukkan karbonat anhidrase II. Bola abu-abu adalah
kofaktor seng
yang berada pada tapak aktif.
Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar
dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase,
sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Terdapat pula sejumlah
kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom;
Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim.
Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner).
Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya
sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino)
yang secara langsung terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu
katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal
sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat
mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk
katalisis.
Beberapa enzim juga
memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali merupakan produk
langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini
dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia
berfungsi sebagai regulasi umpan balik.
Enzim merupakan rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam
amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai
protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat
mengalami denaturasi
(yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun
denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat
reversibel maupun ireversibel.
Kespesifikan
Enzim biasanya sangat
spesifik terhadap reaksi yang ia kataliskan maupun terhadap substrat
yang terlibat dalam reaksi. Bentuk, muatan dan katakteristik hidrofilik/hidrofobik enzim dan substrat
bertanggung jawab terhadap kespesifikan ini. Enzim juga dapat menunjukkan
tingkat stereospesifisitas, regioselektivitas, dan kemoselektivitas yang sangat tinggi.
Beberapa enzim yang menunjukkan akurasi dan kespesifikan tertinggi terlibat
dalam pengkopian dan pengekspresian genom. Enzim-enzim ini memiliki mekanisme
"sistem pengecekan ulang". Enzim seperti DNA polimerase
mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah produk reaksinya
benar pada langkah kedua.
Mekanisme
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara,
yang kesemuaannya menurunkan ΔG‡:
- Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu
lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah
bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat
dengan enzim.)
- Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah
bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi
muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
- Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya
bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks
Enzim-Substrat antara.
- Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring
substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya,
efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar, dan kontribusinya
terhadap katalis relatif kecil.
Dinamika
dan fungsi
Dinamika internal enzim
berhubungan dengan mekanisme katalis enzim tersebut. Dinamika internal enzim
adalah pergerakan bahagian struktur enzim, misalnya residu asam amino tunggal,
sekelompok asam amino, ataupun bahwa keseluruhan domain protein. Pergerakan ini terjadi
pada skala waktu yang bervariasi, berkisar dari beberapa femtodetik sampai
dengan beberapa detik. Jaringan residu protein di seluruh struktur enzim dapat
berkontribusi terhadap katalisis melalui gerak dinamik.
Modulasi
alosterik
Enzim alosterik mengubah strukturnya
sesuai dengan efektornya. Modulasi ini dapat
terjadi secara langsung, di mana efektor mengikat tapak ikat enzim secara lngsung,
ataupun secara tidak langsung, di mana efektor mengikat protein atau subunit protein lain yang berinteraksi
dengan enzim alosterik, sehingga memengaruhi aktivitas katalitiknya.
Kofaktor
dan koenzim
a. Kofaktor
Beberapa enzim tidak
memerlukan komponen tambahan untuk mencapai aktivitas penuhnya. Namun beberapa
memerlukan pula molekul non-protein yang disebut kofaktor untuk berikatan
dengan enzim dan menjadi aktif.[38]
Kofaktor dapat berupa zat anorganik
(contohnya ion logam) ataupun zat organik (contohnya flavin dan heme). Kofaktor dapat berupa gugus prostetik
yang mengikat dengan kuat, ataupun koenzim, yang akan melepaskan diri
dari tapak aktif enzim semasa reaksi.
Enzim yang memerlukan
kofaktor namun tidak terdapat kofaktor yang terikat dengannya disebut sebagai apoenzim
ataupun apoprotein. Apoenzim beserta dengan kofaktornya disebut holoenzim
(bentuk aktif). Kebanyakan kofaktor tidak terikat secara kovalen dengan enzim,
tetapi terikat dengan kuat. Namun, gugus prostetik organik dapat pula terikat
secara kovalen (contohnya tiamina pirofosfat pada enzim piruvat
dehidrogenase). Istilah holoenzim juga dapat
digunakan untuk merujuk pada enzim yang mengandung subunit protein berganda,
seperti DNA
polimerase. Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks lengkap yang
mengandung seluruh subunit yang diperlukan agar menjadi aktif.
Contoh enzim yang
mengandung kofaktor adalah karbonat anhidrase, dengan kofaktor seng terikat sebagai bagian dari tapak aktifnya.
b. Koenzim
Model pengisian ruang koenzim NADH
Koenzim adalah kofaktor
berupa molekul organik kecil yang mentranspor gugus kimia atau elektron dari
satu enzim ke enzim lainnya. Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH
dan adenosina
trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa mencakup ion hidrida (H–)
yang dibawa oleh NAD atau NADP+,
gugus asetil yang dibawa oleh koenzim A,
formil, metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat,
dan gugus metil yang dibawa oleh S-adenosilmetionina. Beberapa koenzim seperti riboflavin, tiamina,
dan asam folat
adalah vitamin. Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah
oleh aksi enzim, adalah dapat dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus,
ataupun substrat sekunder. Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui
menggunakan koenzim NADH.
Regenerasi serta
pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam sel. Contohnya, NADPH
diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-adenosilmetionina
melalui metionina adenosiltransferase.
Termodinamika
Tahapan-tahapan energi pada
reaksi kimia.
Substrat memerlukan energi yang banyak untuk mencapai keadaan transisi,
yang akan kemudian berubah menjadi produk. Enzim menstabilisasi keadaan
transisi, menurunkan energi yang diperlukan untuk menjadi produk.
Sebagai katalis, enzim
tidak mengubah posisi kesetimbangan reaksi kimia. Biasanya reaksi akan berjalan
ke arah yang sama dengan reaksi tanpa katalis. Perbedaannya adalah, reaksi
enzimatik berjalan lebih cepat. Namun, tanpa keberadaan enzim, reaksi samping
yang memungkinkan dapat terjadi dan menghasilkan produk yang berbeda.
Lebih lanjut, enzim dapat
menggabungkan dua atau lebih reaksi, sehingga reaksi yang difavoritkan secara
termodinamik dapat digunakan untuk mendorong reaksi yang tidak difavoritkan
secara termodinamik. Sebagai contoh, hidrolsis ATP
sering kali menggunakan reaksi kimia lainnya untuk mendorong reaksi.
Enzim mengatalisasi reaksi
maju dan balik secara seimbang. Enzim tidak mengubah kesetimbangan reaksi itu
sendiri, namun hanya mempercepat reaksi saja. Sebagai contoh, karbonat anhidrase mengatalisasi reaksinya ke
dua arah bergantung pada konsentrasi reaktan.
(dalam jaringan tubuh;
konsentrasi CO2 yang tinggi)
Kinetika
Mekanisme reaksi enzimatik
untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan menghasilkan
produk (P). Kinetika enzim menginvestigasi
bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju
yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari asai enzim.
Kurva kejenuhan suatu reaksi enzim yang
menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat (S) dengan kelajuan (v).
Enzim dapat mengatalisasi
reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh, tanpa
keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina 5'-fosfat dekarboksilase
akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi produk.
Namun, apabila enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25
milidetik. Laju reaksi bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi
substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi protein seperti
temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan
peningkatan konsentrasi substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya.
Untuk menentukan kelajuan
maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju
pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh
kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan
meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah
menjadi kompleks substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax),
semua tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES
adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax
hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan
untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini
diekspresikan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km),
yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk
mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km
yang berbeda-beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa
kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna
adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang
dapat ditangani oleh satu tapak aktif per detik.
Efisiensi suatu enzim
diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut
sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi.
Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik dan afinitas, ia
dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan enzim yang lain,
ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan
maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya sekitar 108
sampai 109 (M-1 s-1). Pada titik ini, setiap
penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju
pembentukan produk tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi.
Enzim dengan sifat demikian disebut secara katalitik sempurna ataupun secara
kinetika sempurna. Contoh enzim yang memiliki sifat seperti ini adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase, fumarase, β-laktamase,
dan superoksida dismutase.
Inhibisi
Inhibitor kompetitif
mengikat enzim secara reversibel, menghalangi pengikatan substrat. Di lain
pihak, pengikatn substrat juga menghalangi pengikatan inhibitor. Substrat dan
inhibitor berkompetisi satu sama lainnya
1. Inhibisi
kompetitif
Pada inihibisi kompetitif,
inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali
inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli
enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah inihibitor
kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase. Kemiripan antara struktur
asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di samping bawah. Perhatikan
bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan
substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah konformasi enzim, sehingga
menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal
reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi
untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan Km.
2. Inhibisi
tak kompetitif
Pada inhibisi tak
kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya
dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak
aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim
multimerik.
3. Inhibisi
non-kompetitif
Inhibitor non-kompetitif
dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik
kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan
peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi berubah. Namun, karena
substrat masih dapat mengikat enzim, Km tetaplah sama.
4. Inhibisi
campuran
Inhibisis jenis ini mirip
dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas
enzimatik residual.
Pada banyak organisme,
inhibitor dapat merupakan bagian dari mekanisme umpan balik.
Jika enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk tersebut dapat berperan
sebagai inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan menyebabkan produksi produk
melambat atau berhenti. Bentuk umpan balik ini adalah umpan balik negatif.
Enzim memiliki bentuk regulasi seperti ini sering kali multimerik dan mempunyai
tapak ikat alosterik. Kurva substrat/kelajuan enzim ini tidak berbentuk
hiperbola melainkan berbentuk S.
Koenzim asam folat (kiri)
dan obat anti kanker metotreksat (kanan) memiliki struktur yang sangat mirip.
Oleh sebab itu, metotreksat adalah inhibitor kompetitif bagi enzim yang
menggunukan folat.
Inhibitor ireversibel
bereaksi dengan enzim dan membentuk aduk dengan protein. Inaktivasi ini
bersifat ireversible. Inhibitor seperti ini contohnya efloritina, obat yang digunakan untuk
mengobati penyakit yang disebabkan oleh protozoa African trypanosomiasis.
Penisilin
dan Aspirin
juga bekerja dengan cara yang sama. Senyawa obat ini terikat pada tapak aktif,
dan enzim kemudian mengubah inhibitor menjadi bentuk aktif yang bereaksi secara
ireversibel dengan satu atau lebih residu asam amino.
Kegunaan inhibitor
Oleh karena inhibitor
menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai obat. Contohnya
adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin.
Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin,
sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula
inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida
yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan
besi pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase dan memblok pernafasan sel.
Fungsi
biologis
Enzim mempunyai berbagai
fungsi bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel,
seringkali melalui enzim kinase
dan fosfatase.
Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh, dengan miosin menghidrolisis ATP untuk menghasilkan kontraksi otot. ATPase lainnya dalam
membran sel umumnya adalah pompa ion yang terlibat dalam transpor aktif.
Enzim juga terlibat dalam fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya
pada kunang-kunang. Virus juga mengandung enzim yang dapat menyerang
sel, misalnya HIV integrase dan transkriptase
balik.
Salah satu fungsi penting
enzim adalah pada sistem pencernaan
hewan. Enzim seperti amilase dan protease
memecah molekul yang besar (seperti pati dan protein)
menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh usus. Molekul pati,
sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh usus, namun enzim akan
menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti maltosa, yang akan dihidrolisis
lebih jauh menjadi glukosa,
sehingga dapat diserap. Enzim-enzim yang berbeda, mencerna zat-zat makanan yang
berbeda pula. Pada hewan
pemamah biak, mikroorganisme dalam perut hewan tersebut
menghasilkan enzim selulase
yang dapat mengurai sel dinding selulosa tanaman. Beberapa enzim dapat bekerja
bersama dalam urutan tertentu, dan menghasilan lintasan
metabolisme. Dalam lintasan metabolisme, satu enzim akan
membawa produk enzim lainnya sebagai substrat. Setelah reaksi katalitik
terjadi, produk kemudian dihantarkan ke enzim lainnya. Kadang-kadang lebih dari
satu enzim dapat mengatalisasi reaksi yang sama secara bersamaan.
Enzim menentukan
langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme ini. Tanpa
enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun
tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Dan
sebenarnya, lintasan metabolisme seperti glikolisis
tidak akan dapat terjadi tanpa enzim. Glukosa, contohnya, dapat bereaksi secara
langsung dengan ATP, dan menjadi terfosforliasi pada karbon-karbonnya
secara acak. Tanpa keberadaan enzim, proses ini berjalan dengan sangat lambat.
Namun, jika heksokinase ditambahkan, reaksi ini
tetap berjalan, namun fosforilasi pada karbon 6 akan terjadi dengan sangat
cepat, sedemikiannya produk glukosa-6-fosfat ditemukan sebagai produk
utama. Oleh karena itu, jaringan lintasan metabolisme dalam tiap-tiap sel
bergantung pada kumpulan enzim fungsional yang terdapat dalam sel tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kimia pangan
dibagi menjadi lima, yaitu aditif makanan, cita rasa, zat pewarna, senyawa
beracun dalam bahan pangan dan enzim. Misalnya dalam zat pewarna, terdapat zat
pewarna alami yang secara alami terdapat dalam makanan. Contohnya
sayur-sayuran, buah-buahan dan sumber lainnya. Ada juga zat warna buatan atau
sintetik yang dibuat dengan tujuan untuk memberi warna menarik pada makanan.
Pada dasarnya tidak berbahaya tetapi ditentukan pada seberapa banyak yang
digunakan.
Dalam bahan pangan sering kali terdapat
senyawa-senyawa kimia yang tidak mempunyai nilai nutrisi. Adanya
senyawa-senyawa kimia tersebut selalu dihubungkan dengan sifat-sifat yang tidak
diinginkan dan kadang-kadang beracun sehingga membahayakan kesehatan manusia
yang mengkonsumsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ass....wr.wb
BalasHapusAyu bsa gak kta berteman
atau nukar no hp
nih no aq o81354768156
soalx aq pingin sering dengan km
ehm kita kontakan nya gimana kalo lewat email atau fb aja ?? :)
BalasHapusayfa.arra@gmail.com